Asal Usul
Nama asli Sunan Drajad adalah Raden Qosim, beliau putra
Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati dan merupakan adik dari Raden Makdum
Ibrahim atau Sunan Bonang.
Raden Qosim yang sudah mewarisi ilmu
dari ayahnya kemudian di perintah untuk berda’wah di sebelah barat
Gresik yaitu daerah kosong dari ulama besar antara Tuban dan Gresik.
Raden
mulai perjalanannya dengan naik perahu dari Gresik sesudah singgah di
tempat Sunan Giri. Dalam perjalanan ke arah barat itu perahu beliau
tiba-tiba di hantam oleh ombak yang besar sehingga menabrak karang dan
hancur. Hampir saja Raden Qosim kehilangan jiwa, tapi bila Tuhan belum
menentukan ajal seseorang bagaimanapun hebatnya kecelakaan pasti dia
akan selamat, demikian pula halnya dengan Raden Qosim.
Secara
kebetulan seekor ikan besar yaitu ikan talang datang kepadanya. Dengan
menunggang punggung ikan tersebut Raden Qosim dapat selamat hingga ke
tepi pantai.
Raden Qosim sangat bersyukur dapat lolos dari
musibah itu. Beliau juga berterima kasih kepada ikan talang yang dengan
lantarannya dia selamat. Untuk itu beliau telah berpesan kepada anak
turunannya agar jangan sampai makan daging ikan talang. Bila pesan ini
dilanggar akan mengakibatkan bencana, yaitu ditimpa penyakit yang tiada
obatnya lagi.
Ikan talang itu membawa Raden Qosim hingga ke tepi
pantai yang termasuk wilayah desa jelag ( sekarang termasuk wilayah desa
Banjarwati ), kecamatan Paciran. Di tempat itu Raden Qosim disambut
masyarakat setempat dengan antusias, lebih-lebih setelah mereka tahu
bahwa Raden Qosim adalah putra Sunan Ampel seorang Wali besar dan masih
terhitung kerabat keraton Majapahit.
Di desa Jelag itu Raden
Qosim mendirikan pesantren. Karena caranya menyiarkan agama Islam yang
unik maka banyaklah orang yang datang berguru kepadanya. Setelah menetap
satu tahun di desa Jelag, Raden Qosim mendapat ilham supaya menuju ke
arah selatan, kira-kira berjarak 1 kilo meter, disana beliau mendirikan
surau langgar untuk berdakwah. Tiga tahun kemudian secara mantap beliau
mendapat petunjuk agar membangun tempat berdakwah yang strategis yaitu
ditempat ketinggian yang disebut Dalem Duwur.
Di bukit yang
disebut Dalem Duhur itulah yang sekarang dibangun Museum Sunan Drajad,
adapun makam Sunan Drajad terletak di sebelah barat Museum tersebut.
Raden
Qosim adalah pendukung aliran putih yang dipimpin oleh Sunan Giri.
Artinya, dalam berdakwah menyebarkan agama Islam, beliau menganut jalan
lurus, jalan yang tidak berliku-liku. Agama harus diamalkan dengan lurus
dan benar sesuai dengan ajaran Nabi. Tidak boleh dicampur baur dengan
adat dan kepercayaan lama.
Meski demikian beliau juga mempergunakan kesenian rakyat sebagai alat dakwah.
Di
dalam museum yang terletak di sebelah timur makamya terdapat
seperangkat bekas gamelan Jawa, hal itu menunjukkan betapa tinggi
penghargaan Sunan Drajad kepada kesenian Jawa.
Ajaran Sunan Drajad Yang Terkenal
Diantara ajaran beliau yang terkenal adalah sebagai berikut :
Menehono teken marang wong wuto
Menehono mangan marang wong kan luwe
Menehono busono marang wong kang mudo
Menehono ngiyub marang wong kang kudanan
Artinya kurang lebih demikian :
Berilah tongkat kepada orang buta
Berilah makan kepada orang yang kelaparan
Berilah pakaian kepada orang yang telanjang
Berilah tempat berteduh kepada orang yang kehujanan.
Adapun maksudnya adalah sebagai berikut :
Berilah petunjuk kepada orang bodoh ( buta )
Sejahterakanlah kehidupan rakyat yang miskin ( kurang makan )
Ajarkanlah budi pekerti ( etika ) kepada orang yang tidak tahu malu
atau belum punya beradaban tinggi.
Berilah perlindungan kepada orang-orang yang menderita atau ditimpa bencana.
Ajarannya
ini sangat supel, siapapun dapat mengamalkan sesuai dengan tingkat dan
kemampuan masing-masing. Bahkan pemeluk agama lainpun tidak berkeberatan
untuk mengamalkannya. Di samping terkenal sebagai seorang Wali yang
berjiwa dermawan dan social, beliau juga dikenal sebagai anggota Wali
Songo yang turut serta mendukung dinasti Demak dan ikut pula mendirikan
Masjid Demak. Simbol kebesaran ummat Islam pada waktu itu. Di bidang
kesenian, disamping terkenal sebagai ahli ukir, beliau juga pertama kali
yang menciptakan Gending Pangkur.Hingga sekarang gending tersebut masih
disukai rakyat Jawa.
Filosofi Sunan Drajat
Filosofi Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan kini terabadikan dalam sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut sebagai berikut :- Memangun resep tyasing Sasoma (kita selalu membuat senang hati orang lain)
- Jroning suka kudu éling lan waspada (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
- Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
- Mèpèr Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu)
- Heneng - Hening - Henung (dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita - cita luhur).
- Mulya guna Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu)
- Mènèhana teken marang wong kang wuta, Mènèhana mangan marang wong kang luwé, Mènèhana busana marang wong kang wuda, Mènèhana ngiyup marang wong kang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)
Sunan Drajad, demikian gelar Raden Qosim, diberikan kepadanya karena beliau bertempat tinggal di sebuah bukit yang tinggi, seakan melambangkan tingkat ilmunya yang tinggi, yaitu tingkat atau derajat para ulama’ muqarrobin. Ulama yang dekat dengan Allah SWT.
Beliau wafat dan dimakamkan di desa Drajad, kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Tak jauh dari makam beliau telah dibangun Museum yang menyimpan beberapa peninggalan di jaman Wali Sanga. Khususnya peninggalan beliau di bidang kesenian.
Penghargaan
Dalam sejarahnya Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang Wali pencipta tembang Mocopat yakni Pangkur. Sisa - sisa gamelan Singo mengkok-nya Sunan Drajat kini tersimpan di Museum Daerah.Untuk menghormati jasa - jasa Sunan Drajat sebagai seorang Wali penyebar agama Islam di wilayah Lamongan dan untuk melestarikan budaya serta benda-benda bersejarah peninggalannya Sunan Drajat, keluarga dan para sahabatnya yang berjasa pada penyiaran agama Islam, Pemerintah Kabupaten Lamongan mendirikan Museum Daerah Sunan Drajat disebelah timur Makam. Museum ini telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur tanggal 1 Maret 1992.
Upaya Bupati Lamongan R. Mohamad Faried, S.H. untuk menyelamatkan dan melestarikan warisan sejarah bangsa ini mendapat dukungan penuh Gubernur Jawa Timur dengan alokasi dana APBD I yaitu pada tahun 1992 dengan pemugaran Cungkup dan pembangunan Gapura Paduraksa senilai Rp.98 juta dan anggaran Rp.100 juta 202 ribu untuk pembangunan kembali Mesjid Sunan Drajat yang diresmikan oleh Menteri Penerangan RI tanggal 27 Juni 1993. Pada tahun 1993 sampai 1994 pembenahan dan pembangunan Situs Makam Sunan Drajat dilanjutkan dengan pembangunan pagar kayu berukir, renovasi paséban, balé ranté serta Cungkup Sitinggil dengan dana APBD I Jawa Timur sebesar RP. 131 juta yang diresmikan Gubernur Jawa Timur M. Basofi Sudirman tanggal 14 Januari 1994.
( Sumber - Sumber )
0 comments
Post a Comment
- Dilarang Berbicara Kotor, Kasar dan Berbau SARA
- Komentarlah Dengan Baik Dan Sopan